Sunday 5 April 2015

KH. Abbas Djamil, Kyai Pejuang Kemerdekaan

KH. Abbas Djamil, Kyai pejuang kemerdekaan. KH. Abbas djamil lahir pada hari jum'at 24 Dzulhijah 1300 H/1879 M di desa Pekalangan, Cirebon. KH. Abbas djamil putra sulung dari KH. Abdul djamil, putra KH. mu'tad, menantu Kyai Mukhoyim (pendiri pesantren Buntet Cirebon). 
Pada tahun 1945 pasca pengeboman kota Hirosima dan Nagasaki oleh tentara sekutu membuat pasukan Jepang di Indonesia menjadi lemah dan akhirnya menyerah tanpa syarat terhadap tentara sekutu yang diboncengi oleh Belanda, yang kembali ingin menguasai Indonesia, dan KH. Abbas djamil sebagai pengasuh pondok pesantren Buntet yang selama ini dikenal banyak menelurkan pejuang-pejuang kemerdekaan yang gigih merasa bertanggung jawab untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia dari ancaman nyata tentara sekutu yang diboncengi oleh Belanda. Oleh karena itu, selain membekali santri-santrinya dengan ilmu agama, Beliau juga mengajarkan ilmu bela diri, kanuragan dan kedigdayaan tujuanya adalah untuk mempersiapkan generasi muda yang tangguh dalam upaya mempertahankan kemerdekaan.

Kembalinya Belanda ke bumi pertiwi memang terbukti, dengan dibantu tentara sekutu, Belanda melancarkan agresi-agresi keberbagai wilayah di Indonesia, kondisi seperti ini membuat tokoh dan pejuang Indonesia mendirikan laskar-laskar dalam rangka menghadapi agresi militer Belanda yang semakin gencar. Salah satu laskar yang dibentuk adalah Barisan Hizbullah. Barisan Hizbullah merupakan kekuatan yang tangguh, berpengalaman dan disegani oleh musuh. Kemampuan dan kekuatan itu diperoleh berkat latihan-latihan berat para anggotanya dalam pendidikan PETA (pembela tanah air) di Cibarusuh, Jawa Barat sewaktu penjajahan Jepang, dan pesantren Buntet ketika itu dijadikan markas pergerakan Barisan Hizbullah untuk menghubungkan pejuang Hizbullah dari Jawa Tengah ke Jawa Barat, begitupun sebaliknya.

Ketika tentara sekutu yang diboncengi Belanda mendarat di kota Surabaya dan mengibarkan panji-panji penjajahan, para pejuang Surabaya yang diwakili oleh Bung Tomo segera berkoordinasi dengan KH. Hasyim asyari untuk meminta do'a restu dimulainya perlawanan terhadap tentara sekutu Inggris yang diboncengi oleh Belanda, namun KH. Hasyim asyari menyarankan agar perlawanan rakyat itu jangan dimulai sebelum KH. Abbas djamil datang. Hingga akhirnya KH. Abbas djamil dan Barisan Hizbullah dari Cirebon datang untuk membantu pejuang Surabaya mengusir tentara sekutu Inggris. Yang dikemudian hari dikenal dengan peristiwa 10 November 1945.

Bukan hanya itu KH. Abbas djamil dan Barisan Hizbullah beberapa kali terlibat pertempuran yang sengit dengan penjajah Belanda seperti di Jakarta, Bekasi dan Cianjur. KH. Abbas djamil berjuang mengusir penjajah hingga akhir hayatnya, Beliau wafat pada 1 Rabiul awal 1365 H/ 1946 M dan dimakamkan diarea pemakaman pondok pesantren Buntet, Cirebon. Meski waktu terus berlalu dan zaman sudah berubah namun namanya tetap harum dikenang rakyat sebagai Kyai pejuang kemerdekaan yang gigih.

No comments:

Post a Comment